Monday, April 18, 2011

Layanilah Dengan Tulus

Di sebuah kota kecil,
seorang anak laki-laki
umur 10-an tahun masuk
ke Coffee Shop Hotel,
dan duduk di meja.
Seorang pelayan wanita
menghampiri, dan
memberikan air putih
dihadapannya.
Anak ini kemudian
bertanya "Berapa ya,...
harga satu ice cream
sundae?" katanya.
"50 sen..." balas si
pelayan.
Si anak kemudian
mengeluarkan isi
sakunya dan menghitung
dan mempelajari koin-
koin di kantongnya....
"Wah... Kalau ice cream
yang biasa saja berapa?"
katanya lagi.
Tetapi kali ini orang-
orang yang duduk di
meja-meja lain sudah
mulai banyak... dan
pelayan ini mulai tidak
sabar. "35 sen" kata si
pelayan sambil uring-
uringan.
Anak ini mulai
menghitungi dan
mempelajari lagi koin-
koin yang tadi
dikantongnya. "Bu... saya
pesan yang ice cream
biasa saja ya..." ujarnya.
Sang pelayan kemudian
membawa ice cream
tersebut, meletakkan
kertas kwitansi di atas
meja dan terus melengos
berjalan..
Si anak ini kemudian
makan ice-cream,
setelah habis dia menuju
kasir dan menyodorkan
koin sejumlah 35 sen, lalu
pergi.
Ketika si pelayan wanita
ini kembali untuk
membersihkan meja si
anak kecil tadi, dia tak
kuasa menitikkan air
mata karena haru. Rapi
tersusun disamping
piring kecilnya yang
kosong, ada 2 buah koin
10 sen dan 5 buah koin 1
sen. Ternyata... anak
kecil ini tidak bisa pesan
Ice-cream Sundae,
karena dia tidak
memiliki cukup untuk
memberi sang pelayan
uang tip yang
"layak" ......"
Dari cerita diatas, tentu
bisa kita buat sebagai
gambaran. Bahwa setiap
orang memiliki
kesamaan hak, sehingga
janganlah kita melayani
orang dengan melihat
penampilannya. Beri
mereka ketulusan,
karena andai katapun
kita tidak mendapatkan
imbalan, tentunya Tuhan
akan mencatat itu
sebagai kebaikan.

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” (Soe Hok Gie)